Senin, 17 Desember 2012

Cara islami dalam mendidik anak


Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, yakni tauhid. Namun kemudian anak bisa berubah dari fitrahnya karena lingkungan di sekitarnya. Dalam hadits Nabi saw yang terkenal, disebutkan bahwa fitrah anak bisa berubah di tangan kedua orangtuanya. Ini sangatlah benar karena orangtua adalah lingkungan yang paling dekat dengan anak. Karena itu, peran orangtua sebetulnya adalah yang paling penting dalam pendidikan anak. Karena itu tidak benar jika ada orangtua yang berpendapat bahwa pendidikan anak-anaknya sudah cukup dilakukan di sekolah saja.


Islam mengajarkan agar kita mendidik anak sedini mungkin. Mendidik anak bahkan sudah dimulai saat kita memilih pasangan hidup. Tidak lain karena pendidikan anak nantinya juga sangat tergantung pada kualitas pasangan hidup kita. Rasulullah saw bersabda, “Pilihlah ladang yang baik untuk menanam bibit (sperma) kalian.”

Kemudian kita juga mulai mendidik anak ketika anak masih dalam kandungan. Demikian juga tentu saja setelah anak telah terlahir ke dunia. Kalimat pertama yang kita perdengarkan di telinga anak yang baru terlahir adalah kalimat-kalimat thayyibah berupa adzan dan iqamat. Pendek kata, jangan pernah menunda-nunda dalam mendidik anak. Lakukanlah sedini mungkin.

Islam juga menginginkan agar anak-anak dididik menjadi manusia yang kuat dan mandiri. Karena itulah Al-Qur’an memperingatkan jangan sampai kita meninggalkan anak keturunan yang lemah. Lemah disini jangan hanya diartikan dari sisi materi, tetapi juga dari sisi spiritualitas, mentalitas, dan moralitas. Karena itu orangtua ketika mencari sekolah untuk anak-anaknya jangan hanya berpikir tentang sekolah yang bisa membuat anaknya pintar matematika dan bahasa Inggris, atau nilai Unas yang tinggi. Tetapi harus juga berpikir sekolah mana yang bisa menanamkan keimanan, karakter, dan moral yang baik kedalam diri anak.

Dalam perspektif Islam, pendidikan yang diberikan kepada anak harus integral. Tidak hanya mendidik satu sisi saja lalu mengabaikan sisi yang lainnya. Anak harus dididik untuk menjadi manusia yang kuat iman dan ibadahnya serta bagus akhlaqnya, dan pada saat yang sama harus juga dididik untuk menjadi anak yang pintar, anak yang sehat, anak yang kuat, dan anak yang terampil. Karena itu, Rasulullah saw disamping memerintahkan kepada para sahabat beliau untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anak mereka, juga memerintahkan mereka untuk mengajari anak-anak mereka berenang, memanah, dan menunggang kuda. Maka sangat menggembirakan sekarang ini telah banyak bermunculan sekolah-sekolah yang memiliki kurikulum integral, yang memadukan antara imtaq dan iptek, yang memadukan antara kurikulum Diknas dengan kurikulum ala pesantren. Dengan pendidikan integral seperti ini, diharapkan akan muncul manusia-manusia yang “berotak Jerman” tetapi “berhati Mekkah”. Manusia yang ber-imtaq sekaligus ber-iptek.

Pentingnya Peranan  Orang Tua dalam Pendidikan Anak


Baik-buruknya peribadi dan perilaku anak sangat bergantung kepada orangtua. Hal ini seperti ditegaskan Rasulullah saw. dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari:
Setiap anak lahir dalam keadaan suci, orang tuanya-lah yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani, maupun Majusi.

Maka peranan orangtua dalam pendidikan anak menjadi sangat urgen. Karena hal ini bersangkutan dengan masa depan anak dan masa depan peradaban.
Dalam mendidik anak ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan orangtua.

Pertama, sikap kasih sayang.
Sikap ini penting untuk diterapkan orangtua dalam mendidik anak, karena dengan sikap ini akan melahirkan suasana damai dalam upaya pembangunan mental anak. Tetapi orangtua harus membedakan sikap kasih sayang dengan sikap memanjakan. Terkadang orangtua menganggap bahwa menyayangi anak adalah dengan memanjakannya. Justru dengan memanjakan anak, akan melahirkan mental lembek dan sikap tidak mandiri pada anak.

Kedua, sikap bijak.
Selain ditentukan oleh faktor kasih sayang dalam keluarga, keberhasilan proses pendidikan anak juga sangat ditentukan oleh sikap bijak orangtua dalam mendidik anak. Hal ini pernah dicontohkan Rasulullah saw. ketika beliau mendidik generasi sahabat dengan sikap bijaksana yang tertuang dalam nilai-nilai keteladanan, keadilan, kejujuran, dan tanggungjawab. Sehingga melahirkan sahabat-sahabat yang mewarnai peradaban dengan kejayaan dan kegemilangan.

Ketiga, komunikasi efektif di tengah lingkungan keluarga.
Komunikasi dalam keluarga, yang dibangun di atas landasan kasih sayang, menjadi penting dalam mendidik anak, karena ia merupakan sarana pewarisan nilai-nilai moral dari orangtua kepada anak. Terkadang orangtua tidak memiliki waktu dan sarana untuk melakukan komunikasi dengan anak karena kesibukan kerja. Padahal di sinilah pintu kegagalan dalam mendidik anak.

Keempat, menciptakan keluarga yang harmonis.
Poin ini menjadi sangat urgen, karena dari lingkungan keluarga harmonislah anak yang bermental positif akan lahir. Sedangkan anak yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak harmonis akan menderita gangguan perkembangan kepribadian.

Peran penting seorang ayah dalam pendidikan anak


Dalam sebuah hadits, Rasulullah Muhammad SAW pernah bersabda, “Seorang ayah yang mendidik anak-anaknya adalah lebih baik daripada bersedekah sebesar 1 sa’ di jalan Allah.” Nabi pun mencontohkan, bahkan ketika beliau sedang disibukkan dengan urusan menghadap Allah SWT (shalat), beliau tidak menyuruh orang lain (atau kaum perempuan) untuk menjaga kedua cucunya yang masih kanak-kanak, Hasan dan Husain. Bagi Nabi, setiap waktu yang dilalui bersama kedua cucunya adalah kesempatan untuk mendidik, termasuk ketika beliau sedang shalat.

Keterlibatan ayah dalam pendidikan anak memenuhi gambaran sejarah Islam. Dalam buku ‘al-Muhaddithat; The Women Scholars In Islam’, Mohammad Akram Nadwi memberikan banyak contoh bagaimana para ulama kita menyediakan waktu untuk pendidikan putri-putrinya sebagaimana mereka meluangkan waktu untuk tugas-tugas lainnya.

Abu Bakar Ahmad bin Kamil bin Khalaf bin Syajarah al-Baghdadi (350H), misalnya, senantiasa memantau pendidikan putrinya, Amat as-Salam (Ummu al-Fath, 390 H) di tengah kesibukannya sebagai hakim. Diriwayatkan oleh al-‘Atiqi, hafalan hadits Amat as-Salam bahkan selalu dicatat oleh sang ayah.

Syaikhul Islam Abu Abbas Ahmad bin Abdillah al-Maghribi al-Fasi (560 H) juga tercatat mengajari putrinya 7 (tujuh) cara baca al-Qur’an, serta buku-buku hadits seperti Bukhari dan Muslim. Walaupun ada yang mengatakan bahwa beliau terlalu sibuk dengan dakwah sehingga tidak pernah punya waktu untuk putrinya, namun hal ini dibantah oleh Imam al-Dhahabi yang mengatakan bahwa sulit dipercaya jika ada ulama yang berperilaku seperti ini, sebab “perbuatan seperti ini merupakan keburukan yang bertentangan dengan ajaran Nabi SAW. Sang teladan bagi umat manusia ini biasa menggendong cucunya bahkan ketika sedang shalat.”
Contoh lain bisa kita dapati dari riwayat pakar pendidikan Islam Ibnu Sahnun (256H). Disebutkannya, Hakim Isa bin Miskin selalu memanggil dua putrinya setelah shalat Ashar untuk diajari al-Qur’an dan ilmu pengetahuan lainnya. Demikian pula dengan Asad bin al-Furat, panglima perang yang menaklukkan kota Sicily, ternyata juga mendidik sendiri putrinya. Nama lain yang tercatat dalam sejarah adalah Syaikh al-Qurra, Abu Dawud Sulayman bin Abi Qasim al-Andalusi (496H) dan Imam ‘Ala al-din al-Samarqandi (539H).

Dari beberapa contoh di atas bisa kita lihat, bahkan untuk pendidikan anak perempuan sekalipun, para ulama tidak melemparkan tanggung jawab kepada istri-istrinya. Begitu intensifnya peran ayah dalam pendidikan anak-anaknya, hingga tatkala menjelang sakaratul maut pun, seorang ayah yang baik memastikan sejauh mana keberhasilannya dalam mendidik anak-anaknya dengan bertanya kepada mereka, “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” (maa ta’buduuna min ba’dii, al-Baqarah 133).

Empat konsep dasar pilar utama pendidikan anak dalam Islam


Dalam hal ini, al-Qur’an dan al-Hadits banyak menawarkan konsep.

Pertama, Islam, melalui al-Qur’an dan al-Hadts menawarkan metode pendidikan anak yang demokratis, penuh dengan sikap lembut dan kasih sayang, tanpa melupakan ketegasan dan kewibawaan.
 Hal ini seperti dicontohkan oleh Nabi Ibrahim as. ketika beliau diperintahkan menyembelih putranya, Ismail as.

Dalam peristiwa ini, Nabi Ibrahim dengan sikap demokratisnya bermusyawarah dengan Ismail untuk meminta pendapatnya. Akhirnya, dengan jiwa besar, Ismail rela berkorban demi mematuhi perintah Allah swt. Tetapi, ketabahan dan kepatuhan dua hamba Allah ini diganti dengan balasan pahala yang sangat besar.

Kedua, memulai dari memilih pasangan yang baik.
Generasi berkualitas hanya berasal dari benih yang bagus dan terjaga. Sehingga memilih pasangan yang memiliki kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah menjadi sangat penting.Karena warna pendidikan anak akan sangat bergantung pada komitmen agama kedua orangtuanya.

Ketiga, memperhatikan tahap-tahap pendidikan anak.
Islam sangat jeli dalam mengkonsep pendidikan anak. Di antara tahap-tahap pendidikan anak itu antara lain: tahap pranatal (sebelum bayi lahir), tahap kelahiran bayi, tahap anak-anak, dan tahap remaja

Keempat, memperhatikan sifat pendidik, dalam hal ini orangtua.
Karena proses pendidikan anak melibatkan tiga faktor utama: anak sebagai peserta didik, orangtua atau guru sebagai pendidik, dan lingkungan sebagai tempat pendidikan. Di antara sifat yang harus dimiliki orangtua dalam mendidik anak-anaknya adalah sabar, lemah lembut, penyayang, luwes, moderat, dan mengendalikan emosi.

14 teladan dari rasulullah dalam pendidikan anak


Praktik pendidikan Nabi Muhammad SAW pada anak-anak dapat di gambarkan di bawah ini:

1. Rasulullah senang bermain-main (menghibur) dengan anak-anak dan kadang-kadang beliau memangku mereka. Beliau menyuruh Abdullah, Ubaidillah, dan lain-lain dari putra-putra pamannya Al-Abbas r.a. untuk berbaris lalu berkata, Siapa yang terlebih dahulu sampai kepadaku akan aku beri sesuatu (hadiah). Mereka pun berlumba-lumba menuju beliau, kemudian duduk di pangkuannya lalu Rasulullah menciumi mereka dan memeluknya.

2. Ketika Jaafar bin Abu Tholib r.a, terbunuh dalam peperangan mutâah, Nabi Muhammad SAW, sangat sedih. Beliau segera datang ke rumah jaafar dan menjumpai isterinya Asma bin Umais, yang sedang membuat roti, memandikan anak-anaknya dan memakaikan bajunya. Beliau berkata, kemarilah anak-anak jaafar. Ketika mereka datang, beliau menciuminya sambil menitiskan air mata. Asma bertanya kepada Baginda karena telah mengetahui ada musibah yang menimpanya.

3. Wahai rasulullah, apa gerangan yang menyebabkan anda menangis? Apakah sudah ada berita yang sampai kepada anda mengenai suamiku Jaafar dan kawan-kawanya? Baginda menjawab, Ya benar, mereka hari ini di timpa musibah. Air mata beliau mengalir dengan deras. Asma pun menjerit sehingga orang-orng perempuan berkumpul mengerumuninya. Kemudian Nabi Muhammad SAW. kembali kepada keluarganya dan baginda bersabda, janganlah kalian melupakan keluarga jaafar, buatlah makanan untuk mereka, kerana sesungguhnya mereka sedang sibuk menghadapi musibah kematian jaafar.

4. Ketika Rasulullah melihat anak Zaid menghampirinya, beliau memegang kedua bahunya kemudian menangis. Sebagian sahabat merasa heran karena beliau menangisi orang yang mati syahid di peperangan . Lalu Nabi Muhammad SAW. pun menjelaskan kepada mereka bahwa sesungguhnya ini adalah air mata seorang kawan yang kehilangan kawannya.

5. Al-Aqraa bin harits melihat Nabi Muhammad SAW. mencium Al-Hasan r.a. lalu berkata, Wahai Rasulullah, aku mempunyai sepuluh orang anak, tetapi aku belum pernah mencium mereka. Rasulullah bersabda, Aku tidak akan mengangkat engkau sebagai seorang pemimpin apabila Allah telah mencabut rasa kasih sayang dari hatimu. Barang siapa yang tidak memiliki rasa kasih sayang, niscaya dia tidak akan di sayangi.

6. Seorang anak kecil dibawa kepada Nabi Muhammad SAW. supaya di doakan dimohonkan berkah dan di beri nama. Anak-anak tersebut di pangku oleh beliau. Tiba-tiba anak itu kencing, lalu orang-orang yang melihatnya berteriak. Beliau berkata, jangan di putuskan anak yang sedang kencing, biarkanlah dia sampai selesai dahulu kencingnya.
Beliau pun berdoa dan memberi nama, kemudian membisiki orang tuanya supaya jangan mempunyai perasaan bahwa beliau tidak senang terkena air kencing anaknya. Ketika mereka telah pergi, beliau mencuci sendiri pakaian yang terkena kencing tadi.

7. Ummu Kholid binti kholid bin saad Al-Amawiyah berkata, Aku beserta ayahku menghadap Rasululloh dan aku memakai baju kurung (gamis) berwarna kuning. Ketika aku bermain-main dengan cincin Nabi Muhammad SAW. ayahku membentakku, maka beliau berkata, Biarkanlah dia. Kemudian beliau pun berkata kepadaku, bermainlah sepuas hatimu, Nak!

8. Dari Anas, diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW. selalu bergaul dengan kami. Beliau berkata kepada saudara lelakiku yang kecil, Wahai Abu Umair, mengerjakan apa si nugair (nama burung kecil).

9. Nabi Muhammad SAW. melakukan shalat, sedangkan Umamah binti zainab di letakkan di leher beliau. Di kala beliau sujud, Umamah tersebut di letakkanya dan bilaberdiri di letakkan lagi dil leher beliau. Umamah adalah anak kecil dari Abu Ash bin Rabigh bin Abdusysyam .

10. Riwayat yang lebih masyhur menyebutkan, Rasulullah pernah lama sekali sujud. dalam shalatnya, maka salah seorang sahabat bertanya, Wahai Rasulullah, sesungguhnya anda lama sekali sujud, hingga kami mengira ada sesuatu kejadian atau anda sedang menerima wahyu. Nabi Muhammad SAW, menjawab, Tidak ada apa-apa, aku di tunggangi oleh cucuku, maka aku tidak mau tergesah-gesa  sampai dia puas. Adapun anak yang di maksud ialah Al-Hasan atau Al-Husain Radhiyallahu Anhum.

11. Ketika Nabi Muhammad SAW. melewati rumah putrinya, yaitu sayyidah fatimah r.a., beliau mendengar Al-Husain sedang menangis, maka beliau berkata kepada Fatimah, Apakah engkau belum mengerti bahwa menangisnya anak itu menggangguku.Lalu beliau memangku Al-Husain di atas lehernya dan berkata, Ya Allah, sesungguhnya aku cinta kepadanya, maka cintailah dia.
Ketika Rasulullah SAW. sedang berada di atas mimbar, Al-Hasan tergelincir. Lalu beliau turun dari mimbar dan membawa anak tersebut.

12. Nabi Muhammad SAW. sering bermain-main dngan Zainab binti Ummu Salamah r.a. beliau memanggilnya, Hai Zuwainib, hai Zuwainib berulang-rulang.

13. Nabi Muhammad SAW. sering berkunjung ke rumah para sahabat Anshar dan memberi salam pada anak-anaknya serta mengusap kepala mereka.

14. Diriwayatkan, pada suatu hari raya Rasulullah SAW. keluar rumah untuk menunaikan shalat ID. Di tengah jalan, beliau melihat banyak anak kecil sedang berman dengan gembira sambil tertawa-tawa. Mereka mengenakan baju baru, sandal mereka pun tampak mengkilap. Tiba-tiba pandangan beliau tertuju pada salah seorang yang sedang duduk menyendiri dan sedang menangis tersedu-sedu. Bajunya kompang-kamping dan kakinya tiada bersandal. Rasulullah SAW, pun mendekatinya , lalu di usap-usap anak itu mendekapnya ke dada beliau seraya bertanya, mengapa kau menangis, Nak .
Anak itu hanya menjawab, biarkanlah aku sendiri. Anak itu belum tahu bahwa orang yang ada di hadapannya itu adalah Rasulullah SAW yang terkenal sebagai pengasih. Ayahku mati dalam suatu pertempuran bersama Nabi,lanjut anak itu. Lalu ibuku kawih lagi. Hartaku habis di makan suami ibuku, lalu aku di usir dari rumahnya. Sekarang, aku tak mempunyai baju baru dan makanan yang enak. Aku sedih meihat kawan-kawanku bermain dengan riangnya itu.

Baginda Rasulullah SAW lantas membimbing anak tersebut seraya menghiburnya, Sukakah kamu bila aku menjadi bapakmu, Fatimah menjadi kakakmu, Aisyah menjadi ibumu, Ali sebagai pamanmu, Hasan dan Husain menjadi saudaramu? Anak itu segera tahu dengan siapa ia berbicara. Maka langsung ia berkata, mengapa aku tak suka, ya Rasulullah? kemudian, Rasulullah SAW, pun membawa anak itu ke rumah beliau, dan di berinya pakaian yang paling indah, memandikannya, dan memberinya perhiasan agar ia tampak lebih gagah, lalu mengajak makan.

Sesudah itu, anak itu pun keluar bermain dengan kawan-kawannya yang lain, sambil tertawa-tawa sambil kegirangan. Melihat perubahan pada anak itu, kawan-kawannya merasa heran lalu bertanya, Tadi kamu menagis, mengapa sekarang bergembira? jawab anak itu, tadi aku kelaparan, sekarang sudah kenyang. Tadi aku tak mempunyai pakaian, sekarang aku mempunyainya, tadi aku tak punya bapak, sekarang bapakku Rasulullah dan ibuku Aisyah. Anak-anak lain bergumam, Wah, andaikan bapak kita mati dalam perang. Hari-hari berikutnya, anak itu tetap di pelihara, oleh Rasulullah SAW. hingga beliau wafat.

Akhirul kalam mari kita kita lihat bersama beberapa hal di bawah ini:

1- kehadiran seorang anak adalah anugerah yang luar biasa diberikan Allah SWT pada hambaNya. tidak semua orang yang dapat merasakan kebahgiaan serupa. dari alasan ini saja, semestinya kita sudah dapat melupakan kekurangan apapun yang ada pada anak kita

2- banyak orang tua dianugerahi anak yang ' s empurna'. tapi justru dengan itu mereka melupakan rasa syukur. dan mereka lupa memberikan pemberian terbaik buat anak mereka, yaitu pendidikan

3- Anda juga harus merasa bahwa kondisi anak Anda bukanlah kelainan. tapi itu merupakan keunikan. Anda harus memunculkan istilah apapun yang dapat memotivasi Anda dalam membesarkan, melindungi dan menjaga anak Anda yang luar biasa itu

Anak adalah anugerah sekaligus amanah. Lebih dari itu, anak adalah investasi akhirat kedua orangtuanya. Rasulullah saw telah mengabarkan tiga jenis amal jariyah “amal yang terus-menerus mengalir”. Salah satunya adalah anak yang shalih..wallahu a’lam

Sekian dulu dari saya,semoga ini bisa bermanfaat bagi kita semua.

bagi anda yang merasa mempunyai beberapa masalah dalam kehidupan anda bisa melihat

Doa Pelindung,Doa pengasihan,doa penyembuh  dan pembuka rejeki yang di berikan dengan ijazah khusus dapat anda lihat di sini

Dengan harapan dari sekian banyak jenis doa yang saya ijazahkan secara khusus ada yang sesuai dengan masalah anda...amiin


Wasalam

Fathul ahadi

Tidak ada komentar:

Hubungi Penulis

Name *
Email *
Pelihal *
pesan *
Powered byEMF HTML Form
Report Abuse