Pada kesempatan kali saya mencoba membahas
tentang tasawuf,namun bukan berarti penulis menguasai tentang ilmu
tasawuf.sehingga kalau ada yang salah dalam penyampaian semua karena kebodohan
dari saya dan kalau ada kebenaran yang ada dalam penyampaian ini maka itu
semata mata dari Allah..
Tujuan tasawuf adalah mendekatkan diri sedekat
mungkin dengan Tuhan sehingga ia dapat melihat-Nya dengan mata hati bahkan
rohnya dapat bersatu dengan Roh Tuhan. Filsafat yang menjadi dasar pendekatan
diri itu adalah, pertama, Tuhan bersifat rohani, maka bagian yang dapat
mendekatkan diri dengan Tuhan adalah roh, bukan jasadnya. Kedua, Tuhan adalah
Maha Suci, maka yang dapat diterima Tuhan untuk mendekatiNya adalah roh yang
suci. Tasawuf adalah ilmu yang membahas masalah pendekatan diri manusia kepada
Tuhan melalui penyucian rohnya.
Dalam ajaran Islam, Tuhan memang dekat sekali
dengan manusia. Dekatnya Tuhan kepada manusia disebut al-Qur'an
dan Hadits.
Firman Allah dalam alqur’an, "Jika
hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka Aku dekat dan mengabulkan seruan
orang yang memanggil jika Aku dipanggil." (surat al-Baqarah Ayat 186)
Empat Serangkai
Sebagai sarana untuk mendekatkan diri maka
seseorang perlu melakukan 4 hal yang mana ke 4 tingkatan tersebut merupakan
satu kesatuan di mana satu sama lain merupakan inti dari semua perbuatan baik
itu dalam bentuk hablumminallah maupun hablumminannaas.:
1.Syariat :
Adalah segala bentuk peraturan yang diberikan
Allah baik dalam alqur’an maupun hadis dan sunnah.dalam melaksanakan suatu
ibadah telah ditetapkan baik itu wajib ,sunat,makruh ,haram,mubah juga syarat
dan rukun, salah satu contoh: shalat 5 waktu itu wajib,dengan syarat tertentu
dan rukun rukun tertentu pula.
Jadi
syariat adalah sebuah ilmu tentang tatacara pelaksanaan.
2. Tareqat :
Adalah jalan/bentuk pelaksanaan dari aturan
tersebut di mana dalam pelaksanaan sebuah ibadah.misalnya dalam shalat tadi ada
rukun yang mewajibkan pembacaan surah alfatihah
maka saat melaksanakan pembacaan saya namakan dengan tharikat.
3.Hakikat :
Adalah bentuk penyerahan batin untuk fokus
dalam melaksanakan suatu ibadat,disini terletak rasa
ikhlas,khusyu,yaqin,dll yang menjadi roh dari ibadat tersebut.misalnya shalat tadi bisa
saja seseorang sudah melaksanakan sesuai syarat dan hukumnya tetapi kalau
hatinya tidak ada rasa khusyu maka nilai shalatnya akan jauh berkurang.
4.Ma’rifat
Adalah tujuan terakhir dari setiap ibadah adalah
keridhaan Allah,contohnya dalam shalat tadi kaki berdiri tegak, menghadap
kiblat ,melaksanakan dengan penuh keikhlasan dan kekhusyuan maka mata batin
akan terbuka seolah olah kita melihat Allah dalam penyerahan batin kita di
dalam shalat,akan di resapi makna “innas shalati wa nusyuki wa mahyaya wa
mamati lillahi rabbil alamiin”
Empat hal diatas mungkin berbeda dengan
definisi kebanyakan orang karena memang itulah pengertian yang diajarkan kepada
saya,terlepas dari benar tidaknya pengertian tersebut yang lebih penting bagi
kita adalah bagaimana agar kita lebih dekat dengan Allah sang pencipta..hal ini
akan seperti 3 orang buta yang
bertengkar tentang bentuk seekor gajah;yang satu panjang,yang satu lebar,yang
satu besar...tidak semua benar dan tidak semua salah.
Beberapa jalan (tarekat) yang di tempuh dalam tasawuf:
Ada banyak jenis tarekat yang di pakai dalam
upaya mendekatkan diri kepada Allah,dimana setiap tarekat tersebut mempunyai
cara cara dan pemahaman masing masing ( kadang terjadi pertentangan paham
terutama kalau sudah mengenai sifat,af’al maupun zat Allah)
Tujuan utama dari tarekat tersebut adalah
Melatih batin agar senantiasa bersih sehingga mata batin akan menemukan (ma’rifat) kebenaran Sejati,Meyakini dengan seyakin
yakinnya kesempurnaan Allah swt.
Cara cara yang biasa di tempuh biasanya dengan
tiga tahapan:
1.Pembersihan
Melakukan pembersihan diri dari sifat sifat yang tercela baik yang berhubungan dengan
muamallah antara lain: kikir,iri,dengki dll maupun yang berhubungan dengan
ibadah :riya,ujub,sum’ah dll
2.Mengisi batin
Melakukan pengisian diri dengan sifat sifat terpuji,tahapan ini tentunya akan otomatis
berjalan,ketika sifat tercela dibuang tentunya sifat yang terpuji akan
menggantikannya..sifat kikir berganti dermawan ,sifat riya berganti ikhlas dll
3.Terbukanya mata batin
Seiring dengan semakin bersihnya batin maka
anugerah ma’rifatullah semakin dekat.karena ilmu ma’rifatullah bukanlah ilmu
eksak ,ilmu ma’rifatullah adalah ilmu laduni yang dianugerahkan Allah kepada
hamba hamba yang memang dipilhnya.
Jalan yang ditempuh seseorang untuk sampai ke
tingkat ma’rifatullah dengan mata hati dan akhirnya bersatu dengan Tuhan
demikian panjang dan penuh duri. Bertahun-tahun orang harus menempuh jalan yang
sulit itu. Karena itu hanya sedikit sekali orang yang bisa sampai puncak tujuan
tasawuf. Sebagaimana telah di sebut diatas penyucian diri diusahakan melalui
ibadat, terutama puasa, shalat, membaca al-Qur'an dan dzikir. Maka, seorang
calon sufi banyak melaksanakan ibadat. Tujuan semua ibadat dalam Islam ialah
mendekatkan diri itu, terjadilah penyucian diri calon sufi secara berangsur.
Beberapa kisah mahabbah sufi
Mencintai Tuhan tidaklah dilarang dalam Islam, bahkan dalam al-Qur'an terdapat
ayat-ayat yang menggambarkan cinta Tuhan kepada hamba dan cinta hamba kepada
Tuhan. Ayat 54 dari surat al-Maidah, "Allah akan mendatangkan suatu umat
yang dicintai-Nya dan orang yang mencintai-Nya." Selanjutnya ayat 30 dari
surat 'Ali Imran menyebutkan, "Katakanlah, jika kamu cinta kepada Tuhan,
maka turutlah Aku, dan Allah akan mencintai kamu."
Hadits
juga menggambarkan cinta itu, seperti yang berikut, "Senantiasa hamba-Ku
mendekatkan diri kepada-Ku melalui ibadat sehingga Aku cinta kepadanya. Orang
yang Ku-cintai, Aku menjadi pendengaran, penglihatan dan tangannya."
Sufi yang masyhur dalam sejarah tasawuf dengan
pengalaman cinta adalah seorang wanita bernama Rabi'ah al-'Adawiah (713-801 M) di Basrah. Cintanya yang dalam
kepada Tuhan memalingkannya dari segala yang lain dari Tuhan. Dalam doanya, ia
tidak meminta dijauhkan dari neraka dan pula tidak meminta dimasukkan ke surga.
Yang ia pinta adalah dekat kepada Tuhan. Ia mengatakan, "Aku mengabdi
kepada Tuhan bukan karena takut kepada neraka, bukan pula karena ingin masuk
surga, tetapi aku mengabdi karena cintaku kepada-Nya." Ia bermunajat,
"Tuhanku, jika kupuja Engkau karena takut kepada neraka, bakarlah mataku karena
Engkau, janganlah sembunyikan keindahan-Mu yang kekal itu dari
pandanganku."
Sewaktu malam telah sunyi ia berkata,
"Tuhanku, bintang di langit telah gemerlapan, mata-mata telah bertiduran,
pintu-pintu istana telah dikunci, tiap pecinta telah berduaan dengan yang
dicintainya, dan inilah aku berada di hadirat-Mu." Ketika fajar
menyingsing ia dengan rasa cemas mengucapkan, "Tuhanku, malam telah
berlalu dan siang segera akan menampakkan diri. Aku gelisah, apakah Engkau
terima aku sehingga aku bahagia, ataukah Engkau tolak sehingga aku merasa
sedih. Demi keMahakuasaan-Mu inilah yang akan kulakukan selama Engkau beri
hajat kepadaku. Sekiranya Engkau usir aku dari depan pintuMu, aku tidak akan
bergerak, karena cintaku kepada-Mu telah memenuhi hatiku."
Pernah pula ia berkata, "Buah hatiku,
hanya Engkaulah yang kukasihi. Beri ampunlah pembuat dosa yang datang ke
hadiratMu, Engkau harapanku, kebahagiaan dari kesenanganku. Hatiku telah enggan
mencintai selain Engkau." Begitu penuh hatinya dengan rasa cinta kepada
Tuhan, sehingga ketika orang bertanya kepadanya, apakah ia benci kepada setan,
ia menjawab, "Cintaku kepada Tuhan tidak meninggalkan ruang kosong di
dalam hatiku untuk benci setan."
ITTIHAD
Sebelum sampai ke ittihad, seorang sufi harus
terlebih dahulu mengalami fana' dan baqa'. Yang dimaksud dengan fana' adalah
hancur sedangkan baqa' berarti tinggal. Sesuatu didalam diri sufi akan fana
atau hancur dan sesuatu yang lain akan baqa atau tinggal. Dalam literatur
tasawuf disebutkan, orang yang fana dari kejahatan akan baqa (tinggal) ilmu
dalam dirinya; orang yang fana dari maksiat akan baqa (tinggal) takwa dalam
dirinya. Dengan demikian, yang tinggal dalam dirinya sifat-sifat yang baik.
Sesuatu hilang dari diri sufi dan sesuatu yang lain akan timbul sebagai gantinya.
Hilang kejahilan akan timbul ilmu. Hilang sifat buruk akan timbul sifat baik.
Hilang maksiat akan timbul takwa.
Untuk
sampai ke ittihad, sufi harus terlebih dahulu mengalami al-fana' 'an al-nafs,
dalam arti lafdzi kehancuran jiwa. Yang dimaksud bukan hancurnya jiwa sufi
menjadi tiada, tapi kehancurannya akan menimbulkan kesadaran sufi terhadap
diri-Nya. Inilah yang disebut kaum sufi al-fana' 'an al-nafs wa al-baqa, bi
'l-Lah, dengan arti kesadaran tentang diri sendiri hancur dan timbullah
kesadaran diri Tuhan. Di sini terjadilah ittihad, persatuan atau manunggal
dengan Tuhan.
Sufi yang dapat menangkap cahaya ma'rifah
dengan mata hatinya akan dipenuhi kalbunya dengan rasa cinta yang mendalam
kepada Tuhan. Tidak mengherankan kalau sufi merasa tidak puas dengan ma'rifah saja. Ia ingin berada lebih dekat
lagi dengan Tuhan. Ia ingin mengalami persatuan dengan Tuhan, yang di dalam
istilah tasawuf disebut ittihad.
Pengalaman ittihad ini antara lain ditonjolkan oleh Abu
Yazid Bustami (w. 874 M). Ucapan-ucapan yang ditinggalkannya
menunjukkan bahwa untuk mencapai ittihad diperlukan usaha yang keras dan waktu
yang lama. Seseorang pernah bertanya kepada Abu Yazid tentang perjuangannya
untuk mencapai ittihad. Ia menjawab, "Tiga tahun," sedang umurnya waktu
itu telah lebih dari tujuh puluh tahun. Ia ingin mengatakan bahwa dalam usia
tujuh puluh tahunlah ia baru sampai ke
ittihad.
Mengenai fana', Abu Yazid mengatakan,
"Aku mengetahui Tuhan melalui diriku hingga aku hancur, kemudian aku
mengetahui-Nya melalui diri-Nya dan akupun hidup. Sedangkan mengenai fana dan
baqa', ia mengungkapkan lagi, "Ia membuat aku gila pada diriku hingga aku
mati. Kemudian Ia membuat aku gila kepada diri-Nya, dan akupun hidup."
Lalu, diapun berkata lagi, "Gila pada diriku adalah fana' dan gila pada
diri-Mu adalah baqa' (kelanjutan hidup)."
Dalam
menjelaskan pengertian fana', al-Qusyairi menulis, "Fananya seseorang dari
dirinya dan dari makhluk lain terjadi dengan hilangnya kesadaran tentang
dirinya dan makhluk lain. Sebenarnya dirinya tetap ada, demikian pula makhluk lain, tetapi ia tak sadar lagi pada diri
mereka dan pada dirinya. Kesadaran sufi tentang dirinya dan makhluk lain lenyap
dan pergi ke dalam diri Tuhan dan terjadilah ittihad."
Syatahat ( ucapan teopatis )
Ketika sampai ke ambang pintu ittihad dari
sufi keluar ungkapan-ungkapan ganjil yang dalam istilah sufi disebut syatahat
(ucapan teopatis). Syatahat yang diucapkan Abu Yazid, antara lain, sebagai
berikut, "Manusia tobat dari dosanya, tetapi aku tidak. Aku hanya
mengucapkan, tiada Tuhan selain Allah."
Abu Yazid tobat dengan lafadz syahadat
demikian, karena lafadz itu menggambarkan Tuhan masih jauh dari sufi dan berada
di belakang tabir. Abu Yazid ingin berada di hadirat Tuhan, berhadapan langsung
dengan Tuhan dan mengatakan kepadaNya: Tiada Tuhan selain Engkau.
Dia juga mengucapkan, "Aku tidak heran
melihat cintaku pada-Mu, karena aku hanyalah hamba yang hina. Tetapi aku heran
melihat cinta-Mu padaku, karena Engkau adalah Raja Maha Kuasa."
Kata-kata
ini menggambarkan bahwa cinta mendalam Abu Yazid telah dibalas Tuhan. Lalu, dia
berkata lagi, "Aku tidak meminta dari Tuhan kecuali Tuhan."
Seperti halnya Rabi'ah yang tidak meminta
surga dari Tuhan dan pula tidak meminta dijauhkan dari neraka dan yang
dikehendakinya hanyalah berada dekat dan bersatu dengan Tuhan. Dalam mimpi ia
bertanya, "Apa jalannya untuk sampai kepadaMu?"
Tuhan
menjawab, "Tinggalkan dirimu dan datanglah." Akhirnya Abu Yazid
dengan meninggalkan dirinya mengalami fana, baqa' dan ittihad.
Masalah
ittihad, Abu Yazid menggambarkan dengan kata-kata berikut ini, "Pada suatu
ketika aku dinaikkan kehadirat Tuhan dan Ia berkata, Abu Yazid, makhluk-Ku
ingin melihat engkau. Aku menjawab, kekasih-Ku, aku tak ingin melihat mereka.
Tetapi jika itu kehendak-Mu, aku tak berdaya menentang-Mu. Hiasilah aku dengan
keesaan-Mu, sehingga jika makhluk-Mu melihat aku, mereka akan berkata, telah
kami lihat Engkau. Tetapi yang mereka lihat sebenarnya adalah Engkau, karena
ketika itu aku tak ada di sana."
Dialog antara Abu Yazid dengan Tuhan ini
menggambarkan bahwa ia dekat sekali dengan Tuhan. Godaan Tuhan untuk
mengalihkan perhatian Abu Yazid ke makhluk-Nya ditolak Abu Yazid. Ia tetap
meminta bersatu dengan Tuhan. Ini kelihatan dari kata-katanya, "Hiasilah
aku dengan keesaan-Mu." Permintaan Abu Yazid dikabulkan Tuhan dan
terjadilah persatuan, sebagaimana terungkap dari kata-kata berikut ini,
"Abu Yazid, semuanya kecuali engkau adalah makhluk-Ku." Akupun
berkata, aku adalah Engkau, Engkau adalah aku dan aku adalah Engkau."
Ketika mengalami hulul yang digambarkan diatas
itulah lidah al-Hallaj mengucapkan,
"Ana 'l-Haqq (Akulah
Yang Maha Benar). Tetapi
sebagaimana halnya dengan Abu Yazid, ucapan itu tidak mengandung arti
pengakuan al-Hallaj dirinya menjadi Tuhan. Kata-kata itu adalah kata-kata
Tuhan yang Ia ucapkan melalui lidah al-Hallaj. Sufi yang bernasib malang ini
mengatakan:
"Aku adalah rahasia Yang Maha Benar,
Yang Maha Benar bukanlah Aku,
Aku hanya satu dari yang benar,
Maka bedakanlah antara kami."
Syatahat atau kata-kata teofani sufi
seperti itu membuat kaum
syari'at menuduh sufi
telah menyeleweng dari ajaran Islam dan menganggap tasawuf bertentangan
dengan Islam. Kaum syari'at yang banyak terikat kepada formalitas ibadat, tidak
menangkap pengalaman sufi yang
mementingkan hakekat dan tujuan ibadat, yaitu mendekatkan diri
sedekat mungkin kepada Tuhan.
Ilmu tasawuf adalah salah satu ilmu dasar
dalam Islam, selain dari Aqidah dan Syariat.
Asal-usul ajaran sufi didasari pada sunnah
Nabi Muhammad. Keharusan untuk bersungguh-sungguh terhadap Allah merupakan
aturan di antara para muslim awal, yang bagi mereka adalah sebuah keadaan yang
tak bernama, kemudian menjadi disiplin tersendiri ketika mayoritas masyarakat
mulai menyimpang dan berubah dari keadaan ini. (Nuh Ha Mim Keller, 1995)
Seorang penulis dari mazhab Maliki, Abd
al-Wahhab al-Sha'rani mendefinisikan Sufisme sebagai berikut: "Jalan para
sufi dibangun dari Qur'an dan Sunnah, dan didasarkan pada cara hidup
berdasarkan moral para nabi dan yang tersucikan. Tidak bisa disalahkan, kecuali
apabila melanggar pernyataan eksplisit dari Qur'an, sunnah, atau ijma."
[11. Sha'rani, al-Tabaqat al-Kubra (Kairo, 1374).
Ilmu tasawuf sering disebut juga dengan ilmu
batin, namun tidak sama dengan ilmu pengasih
atau ilmu kebal. Orang yang belajar ilmu batin
bermakna dia belajar ilmu kebal atau belajar ilmu pengasih. Sebenarnya orang
itu belajar ilmu kebudayaan Melayu, yang mana ilmu itu ada dicampur dengan
ayat-ayat Al Quran. Kebal juga adalah satu bagian dari kebudayaan orang Melayu
yang sudah disandarkan dengan Islam. Kalau kita hendak mempelajarinya tidak
salah jika tidak ada unsur-unsur syirik.
Tetapi itu bukan ilmu tasawuf. Wallahu
a’ lam.
Sekian dulu dari saya,semoga ini bisa
bermanfaat bagi kita semua.
bagi anda yang merasa mempunyai
beberapa masalah dalam kehidupan anda bisa melihat
Doa
Pelindung,Doa pengasihan,doa penyembuh dan pembuka rejeki yang di berikan dengan
ijazah khusus dapat anda lihat di Doa mustajab
Dengan harapan dari sekian banyak
jenis doa yang saya ijazahkan secara khusus ada yang sesuai dengan masalah
anda...amiin
Wasalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar