Pada kesempatan kali ini penulis akan mencoba
mengetengahkan sifat sifat terpuji yang wajib di
miliki oleh setiap orang muslim yang ingin mendapatkan kebahagiaan di dunia dan
di akherat ,dengan meneladani baginda rasul dan para sahabat serta orang orang
shaleh lainnya.
Saya menyadari bahwa tulisan ini seperti
tulisan tulisan saya yang lain terdapat banyak sekali kekurangan.kritik dan
saran anda akan sangat berguna bagi saya.tulisan ini dihimpun dari banyak
sumber ,jadi ada kemungkinan sumber sumber nya ada yang tidak tercantum di sini
Diantara sifat sifat terpuji seorang muslim
adalah sebagai berikut:
1.ZUHUD
Mendengar kata zuhud kadang kadang orang jadi
salah tafsir ,konotasinya seakan- akan seorang yang berperilaku zuhud (ZAHID)
adalah seseorang yang berpenampilan sangat- sangat sederhana, kurang tidur,
selalu berpuasa disiang hari dan melek dimalam hari, tidak mau bergaul dengan
masyarakat kebanyakan bahkan MENGASINGKAN DIRI (UZLAH) dari kegiatan
bermasyarakat dan menyembunyikan diri ditempat kontemplasi(Khalwat),menjauhkan
diri dari segala sesuatu yang bersifat duniawi dan kebendaan.
kita bandingkan dengan perilaku Nabi- nabi dan
para sahabatnya yang tentunya mereka adalah contoh terbaik dari perilaku zuhud,
ternyata tidak sepenuhnya sesuai dengan gambaran diatas.Nabi Sulaiman adalah
seorang Zahid, namun singgasana kerajaannya dibuat dari emas berlian dan
bertatahkan mutiara. Nabi Yusuf adalah seorang Zahid, namun dia adalah
bendahara negara Mesir yang cupak penimbang gandumnya dibuat dari emas. Nabi Muhammad adalah seorang Zahid, namun beliau punya
banyak istri, anak dan cucu dan beliau bergaul dengan masyarakat banyak untuk
berdakwah. Sahabat Abu Bakar adalah seorang Zahid namun hartanya berlimpah
sehingga sanggup menebus Bilal bin Rabah dari tangan Umayyah dengan harga
diatas standart, Sahabat Usman adalah seorang Zahid, namun beliau juga kaya raya sehingga sanggup men- infaq- kan 500 kuda
perang beserta perlengkapannya tatkala terjadi perang Tabuk.
Dalam kitab Iiqoodhul Himam fi Syarhil Hikam,
Syekh Ajibah Husna menukil sabda Nabi:
“Zuhud
itu bukannya mengharamkan sesuatu yang halal, atau menyia- nyiakan harta,
sesungguhnya Zuhud itu adalah (keyakinan)bahwa apa yang ada dalam genggaman
Allah itu lebih meyakinkan dari segala apa yang dalam genggaman tanganmu”
Maka seorang yang miskin lagi sederhana
belumlah tentu dia seorang Zahid bila dalam pikirannya selalu mengutamakan
harta benda duniawi dibanding urusan akheratnya, sebaliknya seorang
Bussinessman yang keras berusaha mengembangkan usahanya dan selalu sibuk,
belumlah tentu dia seorang yang rakus dan TAMAK, bahkan mungkin ia seorang Zahid
sejati bila yang dipikirkannya adalah menggunakan harta benda itu dengan niatan
untuk mencari ridho ilahi..
2.IKHLAS
Secara bahasa, Ikhlas artinya
membersihkan (bersih, jernih, suci dari campuran dan pencemaran, baik berupa
materi ataupun immateri). Adapun secara istilah[2] yaitu: membersihkan hati
supaya menuju kepada Allah semata, dengan kata lain dalam beribadah hati tidak
boleh menuju kepada selain Allah.
Sifat Ikhlas dibagi dalam 3 macam:
1.
Ikhlas Awam, yaitu: Dalam beribadah kepada Allah karena dilandasi
perasaan rasa takut terhadap siksa Allah dan masih mengharapkan pahala.
2.
Ikhlas Khawas, yaitu: Beribadah kepada Allah karena didorong dengan
harapan supaya menjadi orang yang dekat dengan Allah, dan dengan kedekatannya
kelak ia mendapatkan sesuatu dari Allah SWT.
3.
Ikhlas Khawas al-Khawas adalah: Beribadah kepada Allah karena atas
kesadaran yang mendalam bahwa segala sesuatu yang ada adalah milik Allah dan
hanya Allah-lah Tuhan yang sebenar-benarnya.
Dari penjelasan diatas, ikhlas tingkatan yang
pertama dan kedua masih mengandung unsur pamrih (mengharap) balasan dari Allah,
sementara tingkatan yang ketiga adalah ikhlas yang benar-benar tulus dan murni
karena tidak mengharapkan sesuatu apapun
dari Allah kecuali ridla-Nya, tingkatan ini hanya di miliki oleh
orang-orang yang arifbillah.
Seseorang dikatakan memiliki sifat ikhlas
apabila dalam melakukan perbuatan ia selalu didorong oleh niat untuk berbakti
kepada Allah dan bentuk perbuatan itu sendiri
dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya menurut hukum syariah. Sifat seperti
ini senantiasa terwujud baik dalam dimensi fikiran ataupun perbuatan.
Firman Allah dalam alqur’an
yang artinya “Katakanlah: Aku tidak meminta upah sedikitpun kepada kamu dalam
menyampaikan risalah itu, melainkan (mengharapkan kepatuhan) orang-orang yang
mau mengambil jalan kepada Tuhan-Nya.” (surah Al-Furqan ayat :57)
Rasulullah SAW bersabda tentang sifat yang
mulia ini: “Barangsiapa yang tujuan utamanya meraih pahala akhirat, niscaya
Allah akan menjadikan kekayaannya dalam kalbunya, menghimpunkan baginya semua
potensi yang dimilikinya, dan dunia akan datang sendiri kepadanya seraya
mengejarnya. Sebaliknya, barangsiapa yang tujuan utamanya meraih dunia, niscaya
Allah akan menjadikan kemiskinannya berada di depan matanya, membuyarkan semua
potensi yang dimilikinya, serta dunia tidak akan datang sendiri kepadanya
kecuali menurut apa yang telah ditakdirkan untuknya“. (HR.Tirmidzi).
3.ADIL
Adil adalah memberikan hak kepada orang yang
berhak menerimanya tanpa ada pengurangan, dan meletakkan segala urusan pada
tempat yang sebenarnya tanpa ada aniaya, dan mengucapkan kalimat yang benar
tanpa ada yang ditakuti kecuali terhadap Allah swt saja.
Allah swt. berfirman:
Yang Artinya :Wahai orang-orang yang beriman,
jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena
Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia
kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu
memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah
adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan (Q.S. an-Nisa : 135)
Prof.Quraisy Shihab menguraikan tentang makna
keadilan dalam bukunya Wawasan Al-Quran hal. 114-116, paling tidak ada empat
pengertian adil yang dikemukakan oleh para ulama, yaitu ;
1. Adil dalam arti “sama”
Dalam arti memperlakukan sama terhadap
orang-orang, tidak membedakan hak-haknya. Firman Allah dari Q.S. an-Nisa (4)
ayat 58 berikut :
Artinya :
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mendengar lagi Maha melihat. (Q.S. an-Nisa : 58)
Perhatikan contoh keadilan yang dipraktekkan
oleh Ali bin Abi Thalib berikut, pernah suatu hari terjadi sengketa diantara
Ali bin Abi Thalib dengan seorang Yahudi, yaitu suatu sengketa yang sampai juga
ke meja hijau (majlis hukum) dibawah pimpinan Umar bin Khattab guna mendapatkan
penyelesaian. Setelah kedua pihak sama-sama datang menghadap Umar, maka
berkatalah Umar kepada Ali : “ Ya Abal Hasan, berdirilah berdekatan dengan
lawanmu”. Seusai Umar memberikan keputusannya, Umar melihat bahwa diwajah Ali
terdapat tanda-tanda kedukaan, maka ujarnya : “ Wahai Ali, mengapa saya lihat
anda agak susah ?”. Ali menjawab : “Sebab anda tidak mempersamakan antara saya
dan lawan saya, anda memanggil saya dengan sebutan kehormatanku “Abal Hasan “,
sedang anda memanggil Yahudi dengan namanya yang biasa”.
Pernahkah anda saksikan suatu tindak keadilan
yang mencapai jangkauan setinggi itu ? Apa yang dipraktekkan oleh khalifah Umar
bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib itu adalah cermin keadilan didalam Islam.
Karena Islam menyeru kepada umatnya untuk berlaku adil, Islam melarang keras
untuk berlaku sebaliknya.
Imam Ibnu Taimiyah berkata : “ Bahwasanya
Allah akan menolong penguasa atau pemerintah yang adil sekalipun dia pemerintah
kafir, dan Allah tidak akan menolong penguasa pemerintah yang zalim kendatipun
dia itu Islam “. Allah swt. berfirman dalam surat al-Hud ayat 117 :
Artinya :
Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan
membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang
berbuat kebaikan.(Q.S. al-Hud :117)
2. Adil dalam arti “seimbang”
Keseimbangan sangat diperlukan dalam suatu
kelompok yang didalamnya terdapat beragam bagian yang bekerja menuju satu
tujuan tertentu. Dengan terhimpunnya bagian-bagian itu, kelompok tersebut dapat
berjalan atau bertahan sesuai tujuan kehadirannya.
Firman Allah dalam surat
al-Infithar (82) ayat 6-7 yang Artinya :
Hai manusia, Apakah yang telah memperdayakan
kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah. Yang telah
menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan
tubuh)mu seimbang. (Q.S. al Infithar :6-7)
Contoh lainnya terdapat dalam firman Allah
Q.S. al-Mulk (67) ayat 3 yang Artinya :
Yang telah menciptakan tujuh langit
berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha
Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu
lihat sesuatu yang tidak seimbang? (Q.S. al-Mulk :3)
Alam semesta akan bertahan selama bagian-bagian dari ekosistem yang ditetapkan
Allah swt bekerja dengan seimbang
.
3. Adil dalam arti “Perhatian terhadap hak-hak
individu dan memberikan hak-hak itu kepada setiap pemiliknya”.
Pengertian inilah yang didefinisikan dengan
“menempatkan sesuatu pada tempatnya” atau “memberi pihak lain haknya melalui
jalan yang terdekat”. Lawannya adalah kezaliman dalam arti melanggar hak-hak
pihak lain. Pengertian ini melahirkan keadilan sosial.
4. Adil yang dinisbatkan kepada Ilahi.
Adil disini artinya memelihara kewajaran atas
berlanjutnya eksistensi, tidak mencegah kelanjutan eksistensi dan perolehan
rahmat sewaktu terdapat banyak kemungkinan untuk itu”. Keadilan Ilahi merupakan
rahmat dan kebaikanNya. Keadilannya mengandung konsekwensi bahwa rahmat Allah
swt. tidak tertahan untuk diperoleh, sejauh makhluk itu dapat meraihnya.
4.TAWADHU
Tawadhu’''adalah ketundukan kepada kebenaran
dan menerimanya dari siapapun datangnya baik ketika suka atau dalam keadaan
marah. Artinya, janganlah kamu memandang dirimu berada di atas semua orang.
Atau engkau menganggap semua orang membutuhkan dirimu.
Lawan dari sifat tawadhu’ adalah takabbur (sombong),
sifat yang sangat dibenci Allah dan Rasul-Nya.
Rasulullah mendefinisikan
sombong dengan sabdanya:
“Kesombongan adalah menolak kebenaran dan
menganggap remeh orang lain.” (Shahih, HR. Muslim no. 91 dari hadits Abdullah
bin Mas’ud z)
Menerima dan tunduk di hadapan kebenaran
sebagai perwujudan tawadhu’ adalah sifat terpuji yang akan mengangkat derajat
seseorang bahkan mengangkat derajat suatu kaum dan akan menyelamatkan mereka di
dunia dan akhirat.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk
orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi
dan kesudahan yang baik bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Qashash: 83)
Fudhail bin Iyadh t (seorang ulama generasi
tabiin) ditanya tentang tawadhu’, beliau menjawab: “Ketundukan kepada kebenaran
dan memasrahkan diri kepadanya serta menerima dari siapapun yang
mengucapkannya.” (Madarijus Salikin, 2/329).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
“Tidak akan berkurang harta yang dishadaqahkan
dan Allah tidak akan menambah bagi seorang hamba yang pemaaf melainkan
kemuliaan dan tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah melainkan akan
Allah angkat derajatnya.” (Shahih, HR. Muslim no. 556 dari shahabat Abu
Hurairah z)
Ibnul Qayyim t dalam kitab Madarijus Salikin
(2/333) berkata:
“Barangsiapa yang angkuh untuk tunduk kepada
kebenaran walaupun datang dari anak kecil atau orang yang dimarahinya atau yang
dimusuhinya maka kesombongan orang tersebut hanyalah kesombongan kepada Allah
karena Allah adalah Al-Haq, ucapannya haq, agamanya haq. Al-Haq datangnya dari
Allah dan kepada-Nya akan kembali. Barangsiapa menyombongkan diri untuk
menerima kebenaran berarti dia menolak segala yang datang dari Allah dan
menyombongkan diri di hadapan-Nya.”
Sikap merendah tanpa menghinakan diri-
merupakan sifat yang sangat terpuji di hadapan Allah dan seluruh makhluk-Nya.
Sudahkah kita memilikinya?
5.QANA’AH
Qana’ah artinya rela menerima dan merasa cukup
dengan apa yang dimiliki, serta menjauhkan diri dari sifat tidak puas dan
merasa kurang yang berlebihan. Qana’ah
bukan berarti hidup bermalas-malasan, tidak mau berusaha sebaik-baiknya untuk
meningkatkan kesejahteraan hidup. Justru orang yang Qana’ah itu selalu giat
bekerja dan berusaha, namun apabila hasilnya tidak sesuai dengan yang
diharapkan, ia akan tetap rela hati menerima hasil tersebut dengan rasa syukur kepada Allah SWT. Sikap yang demikian itu
akan mendatangkan rasa tentram dalam hidup dan menjauhkan diri dari sifat
serakah dan tamak.
orang yang memiliki sifat Qana’ah, memiliki
pendirian bahwa apa yang diperoleh atau yang ada pada dirinya adalah ketentuan
Allah.
Qana’ah seharusnya merupakan sifat dasar
setiap muslim, karena sifat tersebut dapat menjadi pengendali agar tidak surut
dalam keputusasaan dan tidak terlalu maju dalam keserakahan. Qana’ah berfungsi
sebagai stabilisator dan dinamisator hidup seorang muslim. Dikatakan
stabilisator, karena seorang muslim yang mempunyai sifat Qana’ah akan selalu
berlapang dada, berhati tentram, merasa kaya dan berkecukupan, bebas dari keserakahan, karena pada hakekatnya kekayaan
dan kemiskinan terletak pada hati bukan pada harta yang dimilikinya. Bila kita
perhatikan banyak orang yang lahirnya nampak berkecukupan bahkan mewah, namun
hatinya penuh diliputi keserakahan dan kesengsaraan, sebaliknya banyak orang
yang sepintas lalu seperti kekurangan namun hidupnya tenang, penuh kegembiraan,
bahkan masih sanggup bersedekah untuk kepentingan
sosial.
Nabi SAW bersabda dalam salah satu hadisnya :
„ Dari Abu Hurairah r.a. bersabda Nabi SAW : „
Bukanlah kekayaan itu banyak harta benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya
adalah kekayaan hati". ( H.R.Bukhari dan Muslim)
karena hatinya senantiasa merasa berkecukupan,
maka orang yang mempunyai sifat Qana’ah, dilindungi dari sifat loba dan tamak, yang cirinya antara
lain suka meminta-minta kepada sesama manusia karena merasa masih kurang puas
dengan apa yang diberikan Allah kepadanya.
Demikianlah betapa pentingnya sifat Qana’ah
dalam hidup, yang apabila dimiliki oleh setiap orang dan diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari akan mendorong terwujudnya masyarakat yang penuh dengan
ketentraman, tidak cepat putus asa, dan bebas dari keserakahan,seta selal berfikir
positif dan maju.
Betapa tidak, karena sebenarnya dalam Qana’ah
terkandung unsur pokok yang dapat membangun pribadi muslim yang menerima dengan
rela apa adanya, memohon tambahan yang pantas kepada Allah serta usahadan
ikhtiar, menerima ketentuan Allah dengan sabar, bertawakkal kepada Allah, dan
tidak tertarik oleh tipu daya dunia.
6.SABAR
Sabar adalah
pilar kebahagiaan seorang hamba. Dengan kesabaran itulah seorang hamba akan
terjaga dari kemaksiatan, konsisten menjalankan ketaatan, dan tabah dalam
menghadapi berbagai macam cobaan. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
“Kedudukan sabar dalam iman laksana kepala bagi seluruh tubuh. Apabila kepala
sudah terpotong maka tidak ada lagi kehidupan di dalam tubuh.” (Al Fawa’id,
hal. 95)
Pengertian Sabar
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin
rahimahullah berkata, “Sabar adalah meneguhkan diri dalam menjalankan ketaatan
kepada Allah, menahannya dari perbuatan maksiat kepada Allah, serta menjaganya
dari perasaan dan sikap marah dalam menghadapi takdir Allah….” (Syarh
Tsalatsatul Ushul, hal. 24)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin
rahimahullah berkata, “Sabar itu terbagi menjadi tiga macam:
1. Bersabar dalam menjalankan ketaatan kepada
Allah
2. Bersabar untuk tidak melakukan hal-hal yang
diharamkan Allah
3. Bersabar dalam menghadapi takdir-takdir
Allah yang dialaminya, berupa berbagai hal yang menyakitkan dan gangguan yang
timbul di luar kekuasaan manusia ataupun yang berasal dari orang lain (Syarh
Tsalatsatul Ushul, hal. 24)
7.SYUKUR
Bersyukur artinya seseorang memuji Allah ta’ala
yang telah memberikan berbagai kenikmatan kepadanya. Baik berupa kenikmatan
jasmani seperti harta benda, kesehatan, keamanan,
anak, istri dan lain sebagainya. Atau yang berupa kenikmatan rohani seperti iman, islam, petunjuk, ilmu yang bermanfaat, pemahaman
yang lurus dan benar dalam beragama, selamat dari segala penyimpangan dan
kesesatan, rasa senang, lapang dada, hati yang
tenang dan lain sebagainya.
“Dan (ingatlah juga) ketika Tuhanmu
memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu dan jika kamu mengingkari (nikmat- Ku), maka sesungguhnya
adzab-Ku sangat pedih.” (Ibrahim: 7)
Asal dan hakikat syukur ialah mengakui nikmat
yang memberinya dengan cara tunduk, patuh dan cinta kepadanya.
Orang yang tidak mengenal bahkan tidak mengetahui suatu nikmat ia jelas tidak
bisa mensyukurinya. Demikian juga dengan orang yang mengenal nikmat tetapi
tidak mengenal yang memberinya, ia tidak mensyukurinya. Orang yang mengenal
nikmat berikut yang memberikannya tetapi ia mengingkarinya berarti ia
mengkufurinya. Orang yang mengenal nikmat berikut yang memberikannya, mau
mengakui dan juga tidak mengingkarinya, tetapi ia tidak mau tunduk, mencintai
dan meridhai, berarti ia tidak mau mensyukurinya. Dan orang yang mengenal
nikmat berikut yang memberinya lalu ia mau tunduk, mencintai dan meridhai serta
menggunakan nikmat untuk melakukan keta’atan kepadanya, maka ia adalah orang
yang mensyukurinya.
Demikian beberapa sifat terpuji yang
seharusnya menjadi sifat sifat seorang muslim.semoga saya dan anda bisa menjadikan
sifat sifat tersebut sebagai sifat kita sehari hari..amiin
Sekian dulu dari saya,semoga ini bisa
bermanfaat bagi kita semua.
bagi anda yang merasa mempunyai
beberapa masalah dalam kehidupan anda bisa melihat
Doa
Pelindung,Doa pengasihan,doa penyembuh dan pembuka rejeki yang di berikan dengan
ijazah khusus dapat anda lihat di Doa mustajab
Dengan harapan dari sekian banyak
jenis doa yang saya ijazahkan secara khusus ada yang sesuai dengan masalah anda...amiin
Wasalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar